Perdagangan
Bebas Antara Indonesia dengan China
Ketertarikan ASEAN mengikutsertakan China
menjadi partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki potensi pasar yang
bagus. Seperti yang kita ketahui China merupakan negara berkembang di Asia
yang perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu mempertahankan pertumbuhan
yang tinggi dibanding negara-negara lainnya, sehingga posisi Cina saat ini
cukup penting dalam perekonomian global. China yang memiliki penduduk yang
begitu besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar yang cukup besar dan
potensial sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat dijalin kerjasama
diberbagai sektor ekonomi, karena disamping memiliki kemampuan investasi yang tinggi,
Cina juga membutuhkan bahan baku dan barang modal untuk menggerakkan sektor
industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas tersebut, akan
membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih mudah masuk
ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi lebih murah,
disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara Republik Indonesia, perdagangan
bebas ASEAN dengan China ini memberikan dampak positif dan negatif terhadap
perekonomian. Dampak positifnya adalah terbukanya peluang Indonesia untuk
meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan peluang pasar yang ada, dimana
produk-produk dari Indonesia dapat dipasarkan secara lebih luas ke
negara-negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah yang luas, jumlah
penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi pasar yang
potensial untuk mengekspor produk-produk unggulan dari Indonesia ke negara
tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk Indonesia ke negara luar, maka
kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan negara Indonesia.
Sebaliknya, perekonomian China yang begitu kuat
terfokus pada ekspor menjadi tantangan bagi Indonesia. Ditambah lagi Pemerintah
China yang mendukung penuh perdagangan masyarakatnya telah mampu untuk
menghasilkan produk yang berkualitas, produk yang bervariasi, teknologi yang
maju serta harga yang relatif murah. China yang memiliki keunggulan produk
yaitu pada produk-produk hasil pertanian seperti Bawang putih, bawang merah,
jeruk mandarin, apel, pir, dan leci. Tidak hanya pada bidang pertanian saja
China unggul, namun pada produk hasil industry seperti tekstil,
baja, mainan anak-anak, perkakas rumah tangga, barang-barang elektronik, dan
alas kaki membuat China semakin sulit untuk disaingi dimana mereka memiliki
biaya produksi dan upah buruh yang murah. Sedangkan Indonesia begitu unggul di
sector pertanian saja seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, kokoa, dan
kopi. Kemudian produk yang harus bersaing adalah garmen, elektronik, sektor
makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura.
Dengan demikian produk-produk dari China
tersebut akan mendominasi pasar di Indonesia. Begitu pula produk Indonesia yang
sama dengan produk dari China, namun Indonesia masih kalah bersaing di beberapa
produk tersebut. Walaupun begitu Indonesia masih unggul dalam produk komponen
otomotif, garmen, furniture, dan perlengkapan rumah tangga.[1] Walaupun
memiliki unggulan produk, namun hal tersebut akan menjadikan sebuah tantangan
yang berat bagi Indonesia karena harus bersaing dengan produk lain yang lebih
murah dan berkualitas.
Secara umum, Negara Republik Indonesia masih
tertinggal dari China, hal ini terlihat dari infrastruktur Indonesia yang jauh
tertinggal dari China. Padahal infrastruktur yang baik akan menunjang dalam
menciptakan biaya berproduksi murah yang selanjutnya akan menekan harga di
tingkat konsumen. Infrastruktur yang baik juga sangat membantu dalam perluasan
pasar hingga mencapai tingkat perdagangan ekspor-impor. Hal ini terlihat dari
masih banyaknya jalan-jalan yang rusak dan adanya pungutan liar sehingga
membuat naiknya harga produk-produk yang didistribusikan.
Dalam perdagangan bebas antara Indonesia dengan
China ini, masyarakat memandang ACFTA sebagai ancaman, karena berpotensi
membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Perusahaan yang diperkirakan
akan mengalami kebangkrutan tersebut adalah tekstil, mainan anak-anak,
furniture, keramik dan elektronik. Bangkrutnya perusahan tersebut disebabkan
karena ketidaksiapan para pelaku bisnis Indonesia, terutama bisnis menengah dan
kecil dalam bersaing. Pemikiran tersebut didasarkan pada kondisi yang terjadi
saat ini, dimana berbagai produk dari China telah membanjiri pasar Indonesia.
Produk dari China yang masuk ke Indonesia sangat bervariasi dan memiliki harga
yang relatif murah. Sebagai contoh, batik yang merupakan simbol budaya
Indonesia telah dibuat pula oleh Cina. Dimana batik made in China tersebut
telah tersebar di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan grosir. Batik
ini laku di pasaran karena harganya yang begitu murah dibandingkan batik asli
Indonesia dan juga batik ini hampir mirip dengan batik buatan Indonesia.[2] Begitu
pula yang terjadi pada produsen meubel Indonesia yang harus bersaing ketat
dengan produk meubel dari China. Dimana meubel China berbentuk minimalis yang
begitu diminati oleh masyarakat domestik. Ditambah lagi belum ada SNI (Standar
Nasional Indonesia) bagi meubel Indonesia sehingga meubel dari China tersebut
dapat tersebar bebas di Indonesia dan lebih laku.[3]
Secara perlahan ketika kelangsungan UMKM (Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah) seperti batik, tekstil, mainan, kerajinan, jamu,
keramik, meubel, dan lainnya mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan
terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga angka pengangguran akan
semakin meningkat. Seperti yang terjadi pada industri petrokimia yang harus
mem-PHK 86.000 karyawannya karena tidak mampu bersaing dengan barang impor
China[4].
Kemudian sebanyak 2.000 industri kecil tekstil yang masing-masing
memperkerjakan antara 12 hingga 50 tenaga kerja terancam tutup.[5] Dengan
begitu masyarakat lebih cenderung kepada produk tekstil dari China yang
mempunyai harga lebih rendah dibandingkan dengan produk lokal. Akibatnya
permintaan domestik terhadap produk tekstil menjadi menurun, sehingga mematikan
produsen tekstil dalam negeri. Hal yang sama juga terjadi pada industri mainan,
meubel dan lainnya.
Sementara itu, dengan diberlakukannya ACFTA,
maka China yang akan memperoleh keuntungan dari ketersediaan sumber daya alam
dan energi Indonesia. Negara China akan memanfaatkan sumber daya alam dan
energi Indonesia itu untuk menggerakkan industri mereka dengan biaya yang murah
dan hasilnya kemudian dipasarkan kembali ke Indonesia
menurut pendapat dan pandangan saya :
Menurut saya perdagangan bebas antara Indonesia dengan cina
sangat baik bagi Negara indonesia karna dengan adanyaa perdangan bebas
berpeluang besar untuk Indonesia
meningkatkan perekonomiannya oleh sebab itu Negara Indonesia tertarik
mengikutsertakan china dalam perdangan bebas ,karna china Negara yg maju dan
sangat berkembang pesat atas produk-produk yg di hasilkannya untuk dieksport
-import ke Indonesia karena china memiliki potensi pasar yg bagus .dengan
mengalirnya produk-produk Indonesia kenegara luar maka kegiatan industri
diindonesia akan semakin maju dan meningkat berkembang menjadi baik dari Negara
lainnya dansangat menguntungkan dan tentu saja akan menambah pendapatan Negara
yang dihasilkan .
Namun bila di bandingan dapat berdampak negative karena china
merupakan tantangan bagi indonesia karena dengan menjalin kerja sama perdangan
bebas sangat jauh menguntungkan Negara china dibanding Negara Indonesia karena
china akan semakin maju dan meningkat perekonomiannya dan berada diatas
Indonesia lebih unggul karena china memiliki industri yg sangat maju dan
teknologi yg sangat maju dengan demikian
produk-produk cina akan mendominasi pasar diindonesia . akan menjadi
ancaman bagi Indonesia . semua ini akan berpengaruh positif dan akan
berpengaruh negative bagi Indonesia .
Sekian dan terimakasih
menurut pendapat saya . :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar